Sepi menyepi di terassenja yang
memerah. Matanya nanar menatap
halaman yang menyamak.
Tak tersentuh.Sejak sang kekasih
dipanggil pulang lebih dulu. Oleh
pemiliknya. Ia pemilikkuasa atas
kuasa,
Sepi tau itu. Tapi sepi yang terasa
saat ini mengundang airmata. Pipi
keriputnya lembab terbasahi.
Tangisan tanpa erangan. Oh,
sungguhkasihan.
Sepi dulunya taksendiri. Selain Hadir,
sang suami tercinta, ada dua
anaknya Ini dan Dia. Inidipersunting
saudagar dari seberang. Sedangkan
Dia menjadi perantau di negeriantah
berantah. Sepi tak tau dimana Dia,
sebutan perantau memperhalus
ceritanyajika ada tetangga yang
bertanya kemana anak gadisnya itu.
Tak mungkin Sepimengatakan yang
sebenarnya. Akan jadi panjang
pembahasanya nanti.
Sepi mengerti, menjaditua adalah
kepastian. Ia berusaha tegar
menjalani hari demi harinya.
Menanak berasjatah dengan lauk
seadanya. Untung masih ada
tetangga yang berbaik hatisesekali
mengantarkan lauk sisa. Selesailah
makan Sepi hari itu.
Malam membungkus hari
dengangelapnya. Suara jangkrik
bersahutan. Bersamaan angin dingin
menusuk tulang. Didalamkamarnya,
Sepi terbaring berselimutkan duka.
>>>>
Gelap masihmeninggalkan bekas,
pagi ini. Sepi keluar dari selimut
yang menutupi badanya. Sebentar
lagi azan shubuh berkumandang,
pikirnya. Namun hari masih jam
04.00. Sudah terlalu lama rasanya
dia tertidur. Perlahan Sepi turun dari
tempat tidurkayu kecil, sederhana,
dengan kasur kapuk tua. Meski ada
di kamar lain kasuryang lebih luas,
Sepi tetap memilih kamar ini. Kamar
yang dulu di huni anakgadisnya, Dia.
Di dinding kamar masih terpajang
beberapa poto tanpa bingkai.
Melekat
dengan selotip seadanya. Terlihat
disana senyum ceria sang gadis
belia.Asli, tak dipoles editan apapun.
Pinggiran poto itu telah lusuh. Setiap
kaliteringat sang gadis, Sepi
membuka selotipnya dan memeluk
poto itu. Tak terhitunglagi tetes air
mata Sepi. Dia, sibungsu kesayangan
Sepi. Dia anak yang pintardan selalu
ceria. Suatu waktu pernah Dia
membawa uang yang cukup banyak
dandiberikan pada Sepi. Saat itu tak
sepersenpun rupiah di tangan. Sepi
kaget,darimana Dia bisa
mendapatkan uang itu. Dia menjawab
dengan penuh senyuman
“Ini uang dari tuhan,Mak. Tuhan
nggak mau mak sedih lagi.”
Sepi terharu mendengarjawaban Dia.
Pada akhirnya Sepi tau uang itu
adalah tabunganya dari
upahmembantu menjualkan gorengan
tetangga keliling kampung. Dia tak
mau Mak nyaberat hati memakainya
jika tau itu adalah tabunganya.
Sepi menyadarikesepianya kini. Rasa
bersalah bercampur aduk
penyesalan. Sesal, kenapa semuaini
harus terjadi. Peristiwa yang
memisahkan Sepi dengan Dia.
Beruntun dengankepergian suami
tercinta. Tak terkirakan pahitnya saat
itu. Sepi tetap
berjuangmenumbuhkan keyakinan.
Keyakinan akan satu harapan.
Berharap permata hatinyakembali.
“Pulanglah nak, Makmenunggumu”
>>>>
“Dia, belum mau menikahmak”
“Apa lagi yang kautunggu, kau tak
lihat Bapakmu penyakitan, Mak
semakin tua. Pada siapa kau
akanmenopang?”
“Tapi dia terlalu tuauntuk Dia Mak”
“Siapa bilang, Mak sajadulu menikah
umur 12 th, sedang kau sudah 15
tahun. Kenapa kau tak mau
menurutiMak? Ini untuk masa depan
kau Dia”
“Justru Dia sayang Mak,Dia tak ingin
seperti kak Ini, ujung ujungnya tak
berani balik ke sini karenamalu Mak.”
“Jangan kau samakan.Calon suami
kau ini baik orangnya. Takkan kau
disakitinya apalagi
sampaimemukulmu”
Dia diam denganperlawanan. Dalam
hatinya mengutuk sang Juragan tua
itu. Kiranya empat bini belum cukup
baginya. Belum lagi binimudanya
yang baserak dimana mana. Dan Dia
menjadi sasaran berikutnya.
“Kau tak perlu lagimengansur
utangmu, Sepi. Apa lagi laki kau
sudah tak bisa apa apa lagi.
Kalaukau mau, biar aku saja yang
membiayai kehidupanmu. Aku janji,
anak gadis mutakkan menyesal jadi
istriku.”
Sepi tergiur denganjanji Juragan.
Terbayang kemiskinan akan
meninggalkanya. Apalagi bisa
bebasdari hutang yang melilit
pinggang. Sepi menepis keraguan
tentang Juragan. Iayakin Juragan tak
sama dengan suami Ini yang dulu.
Sejak Hadirsakit-sakitan, bagi Sepi,
kehidupan hanyalah bertahan
ditengah badai kesulitan.Dulu,
meskipun Hadir hanya seorang kuli
bangunan. Setidaknya Ini dan Dia
masihbisa sekolah. Dan membeli
rumah gubuk yang ditempatinya kini.
Beragam cara iapikirkan untuk keluar
dari pusaran penderitaanya. Pagi
sekali Sepi telahkeliling mencari
botol dan gelas bekas minuman
untuk di jual ke penadah.Selepas itu
lanjut menjadi buruh cuci. Dia pun
sadar diri. Tak pernah iameminta
untuk melanjutkan sekolahnya,
apalagi meminta uang jajan.
Keseharianyakini adalah mengurus
sang Ayah dan menghendel semua
pekerjaan rumah. Lupakan
sajabermain dengan teman sebaya.
Atau untuk bisa melanjutkan
pendidikan. Diabertekat, suatu hari
nanti ia akan bekerja dan berbakti
kepada kedua orangtuanya. Dia akan
bekerja keras dan menghasilkan
banyak uang. Mak bisa
melunasisemua hutang dengan
Juragan. Tanpa harus menjual Dia
sebagai pelunasan hutang.
“Besok pagi Juraganakan kesini
dengan rombongannya. Dia akan
melamarmu. Takkanlah kau membuat
Makmalu dihadapan orang banyak.
Ini bukan soal pilihan Dia, terimasaja
takdirmumenjadi istrinya”
Sepi berbicara kerasmenembus
triplek pembatas kamar Dia. Dia
menutup telinganya dengan
bantal.Berharap kenyataan bisa
berubah.
>>>
Pagi masih buta. Diamengendap
keluar rumah dari jendela kamarnya.
Tak dihiraukanya rasa takut
akankegelapan. Ditelanya keraguan
meninggalkan Emak dan Bapak
tersayang. Tentangbeban malu Emak
itu. Ah, Tapi Dia masih punya
prinsip. Setidaknya nanti bisajadi
pembantu diluar negeri. Uang gajinya
bisa membantu Emak untuk
kebutuhankeluarga dan berobat
Bapak. Daripada jadi gundik Juragan
Kanji .
>>>
Kota meneriakan keangkuhannya.
Gumpalanpolusi saling berebutan
terhirup hidung para penduduk. Surat
kabar mengabariberagam berita.
Dua Ambulans untuk Angkut Jenazah
TKI yang Dibunuh
KERINCI – Pemkab Kerinci mengirimkan
dua unit ambulansuntuk menjemput
jenazah dua Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) asal Desa Sungai Abu,Kecamatan
Air Hangat Timur yang menjadi korban
pembunuhan di Malaysia.
Bupati Kerinci, Murasman,
membenarkan hal itu.Menurutnya, dua
unit ambulans bersama keluarga korban
sudah diberangkatkan kePadang.
Ia menjelaskan, dua ambulans dikirim
menjadi wujudperhatian Pemkab Kerinci,
terhadap warganya yang sedang
mendapat musibah.Meskipun kedua TKI
yang meninggal berangkat ke Malaysia
secara ilegal.
***
Keterangan: *Kanji =Genit
Oleh Adi d'Maestro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar